Jika sebelumnya saya pernah menulis mengenai bahasa perempuan, tulisan kali ini menyentuh bahasa laki-laki. Dengan tetap meletakkan bahasa perempuan sebagai pembanding, tentu saja. Cara perempuan dan laki-laki berkomunikasi ini disinggung di beberapa bagian dalam buku Why Men Don’t Linsten and Woman Can’t Read Maps yang ditulis oleh Allan dan Barbara Pease.
Ini bukan buku baru. Saya membacanya terkait dengan pembicaraan saya dengan dua teman saya Betta dan Indri Guli mengenai perempuan dalam diksi. Diskusi menarik, karena kami melihat sebuah karya yang ditulis oleh seorang perempuan dalam tiga dimensi: bahasa, sastra dan wanita.
Buku ini diawali dengan kalimat pembuka di Bab 1: Men and women are different. Not better or worse – different. (halaman 3). Selain karena faktor bawaan yang mengaitkan juga dengan dominansi otak kanan atau otak kiri, perbedaan ini dibentuk oleh masyarakat sejak lama. Mereka memperlakukan anak laki-laki dan perempuan secara berbeda.
Dalam berkomunikasi, perempuan lebih peka terhadap perubahan volume dan nada suara. Penelitian juga menunjukkan bahwa perempuan lebih fasih dan lancar bicara (fluent) sedangkan laki-laki cenderung lebih banyak mempergunakan filler seperti ’em’ dan ‘eh’. Itulah alasannya mengapa ada ungkapan “Say it with flowers.” Kemampuan ini bahkan termasuk ketika mereka belajar bahasa asing. (halaman 74-78)
Kalimat laki-laki lebih pendek dan sederhana. Oleh karenanya akan lebih efektif jika pembicaraan membahas satu demi satu topik, bukan banyak hal pada saat bersamaan. Jika berhadapan dengan laki-laki dan perempuan sekaligus, sebaiknya kita pakai gaya bicara laki-laki sebagai parameter.
Both sexes can follow ‘man-talk’ but men have difficulty following a woman’s multitracked conversations and can quickly lose interest. (halaman 89)
Berbeda dari laki-laki, perempuan lebih murah hati dalam memberikan pujian. Tapi, di sisi lain, perempuan sering kali dianggap kurang efisien karena tidak menyampaikan sesuatu secara langsung. (halaman 94-97)
Perbedaan ini bukan hanya ketika mereka bicara. Cara dan gaya laki-laki dan perempuan juga berbeda ketika mereka menyimak pembicaraan. Perempuan dapat menunjukkan roman muka berbeda untuk mengungkapkan bahwa mereka sedih, kaget, marah, senang, takut atau menginginkan sesuatu. Laki-laki cenderung memakai ekspresi yang sama untuk beberapa keadaan emosional itu. (halaman 101)
Walaupun tetap ada faktor individu dan lingkungan pola asuh yang membentuk bagaimana seseorang berbicara, apa yang disampaikan dalam buku ini sifatnya general. Sekali lagi, laki-laki dan perempuan memang berbeda, bukan salah satu lebih baik dari lainnya. Begitu.
Judul buku: Why Men Don’t Listen andd Woman Can’t Read Maps
Penulis: Allan dan Barbara Pease
Penerbit: Pease International Pte Ltd (2008)