Minggu lalu saya mendapat kesempatan pergi ke Bangkok, bergabung dalam diskusi mengenai manajemen sumber daya manusia dalam kaitannya dengan budaya, yang disponsori oleh ASEAN-ROK Cooperation Fund.
Dalam kesempatan itu saya bertemu dan kemudian berteman dengan peserta dari beberapa negara, termasuk di antaranya dari Malaysia, Norizah Binti Mohd Mustamil. Darinyalah saya mengenal frasa cendera hati ini.
Mereka yang di Malaysia menyebutnya cendera hati, sedangkan kita mengenalnya sebagai cendera mata. Maknanya sama, yaitu pemberian (sebagai kenang-kenangan, sebagai pertanda ingat, dsb.); tanda mata (KBBI-Kamus Besar Bahasa Indonesia).
Apakah cendera mata dan cendera hati ini juga termasuk dialek? Bisa jadi, karena tentang selain pelafalan dan tata bahasa, dialek juga meliputi penggunaan kosakata yang berbeda untuk wilayah atau kelas sosial yang berbeda.
Sepertinya, baik cendera mata maupun cendera hati berakar pada pemikiran yang sama: setiap kali melihat barang pemberian tersebut, kita akan mengingat pemberinya. Dan, karena manusia itu sangat beragam, pemaknaan cendera mata (atau cendera hati) ini juga sangat luas. Ada yang konkrit, ada yang tidak. Tidak hanya menyentuh mata, tapi juga indra-indra lain. Adakah seseorang yang memberikan nama panggilan khusus kepada Anda? Atau, adakah perlakuan khusus yang mengingatkan Anda kepada seseorang? Barangkali itu juga termasuk cendera hati. 🙂
Cendera dan cidera juga agak mirip terdengar. Namun berbeda makna dan meninggalkan lara tak terkira bila tertimpa cidera hati, dibanding cidera mata. 😉
Salam persahablogan,
@adiwkf
Wah, baru tau istilah cendera hati.
Sebenarnya kata cendera itu bisa berdiri sendiri ngga ya? Kalo sendiri koq kedengarannya aneh hehehe
kenang2an agar berkesan dihati kali ya mbak…
Mbak dari Bangkok ada Cendera Hati buat aku?