Es Teh Tawar

Kemarin sahabat lama saya berulang tahun. Kami menghabiskan waktu berdua, ngopi dan bicara banyak hal. Dari A sampai Z, lalu kembali dari A lagi. Begitu seterusnya. Saya sengaja melakukan ini di sela tenggat pekerjaan yang bergunung-gunung karena hanya waktulah yang bisa saya berikan sebagai kado.

es tehDi antara obrolan yang sedikit serius, kami bicara mengenai perspektif dan cara pandang. Perspektif seseorang terhadap sesuatu atau seseorang bisa dilihat dari bagaimana ia bertutur, termasuk pilihan kata yang dipakai.

Ini masuk akal karena secara alami manusia menyimpan kosa kata sesuai dengan pengalaman hidupnya masing-masing. Tentang pemerolehan kosa kata ini bisa dibaca dalam The Cornerstone to Early Literacy karya Katherine Luongo-Orlando.

Kekayaan kosa kata ini sangat subyektif. Mereka yang dilahirkan kembar pun belum tentu memiliki kosa kata yang sama karena pengalaman hidup mereka juga belum tentu sama. Jadi, logikanya seseorang yang dalam pikiran dan kesehariannya akrab dengan hal-hal terkait A pasti akan berbeda dari mereka yang lebih akrab dengan hal-hal dalam ranah B.

Misalnya, mereka yang suka kopi tentu paham jenis kopi, cara menyeduh dan bagaimana rasa masing-masing varian itu. Mereka yang suka fotografi pasti tak bisa berhenti jika diminta berbagi soal kamera dan teknik fotografi. Ada yang memandang hidup ini seputar mobil, rumah dan pekerjaan; dan ada yang lebih menitikberatkan pada hal-hal yang bukan materi. Kedua terakhir ini pun pasti berbeda ketika mereka bertutur.

Selain berkaitan dengan dirinya sendiri, perspektif juga berkaitan dengan pandangan seseorang terhadap orang lain. Kadang yang seperti ini dilakukan tanpa sadar. Sering kali kita berpikir semua orang melihat sesuatu dengan cara yang sama dengan kita.

Saya suka sekali minum es teh tawar, dan teman-teman memberikan reaksi berbeda-beda mengenai kesukaan saya ini. Teman saya yang dokter menyarankan mengganti es teh tawar ini dengan air putih karena katanya lebih baik bagi kesehatan. Teman saya yang penikmat teh asyik-asyik saja, dan obrolan bisa panjang lebar seputar teh. Mana yang enak diminum dingin, mana yang lebih pas dinikmati panas-panas ditemani pisang goreng. Teman saya satunya mengatakan saya terlalu pelit alias kikir. Teman yang lain lagi bilang saya hemat dan irit, bagus untuk anggaran. Teman saya satunya lagi menganggap saya orangnya sederhana karena biasanya es teh tawar harganya lebih murah dibanding minuman lain, meskipun belum tentu demikian.

Begitulah perspektif dan pola pikir. Rambut boleh sama hitam tapi isi kepala tetap saja berbeda.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here