Korupsi Sopir

Pernahkan Anda dikenakan tarif lebih tinggi dari yang sudah ditentukan? Itu pun dari tarif tidak resmi yang sudah mereka mark up dari tarif resmi yang dikeluarkan oleh DLLAJR. Tidak besar memang, tapi tetap saja itu korupsi. Ironisnya, di perjalanan sang sopir sibuk memperbincangkan korupsi miliaran rupiah yang dilakukan para pejabat. Dia berpendapat siapa pun yang korupsi harus dilawan dan lembaga yang memerangi korupsi harus dibela. Bahkan, si sopir juga sibuk berkicau mengenai trending topic di linimasa yang ramai disuarakan dengan tagar #SaveKPK.

Dalam benak kita, korupsi selalu terkait dengan uang jutaan, milaran atau triliunan rupiah. Jumlah yang masih dalam hitungan ribuan atau belasan ribu rupiah tidak dianggap korupsi. Bahkan selama ini korupsi selalu dikaitkan dengan uang. Padahal, korupsi sebagai kata sifat mengandung makna yang lebih luas, yaitu willing to act dishonestly or illegally in return for money or personal gain (Hornby, 1995). Ternyata besarnya uang bukan ukuran. Bahkan imbalan yang diharapkan tidak selamanya dalam bentuk uang, bisa barang, bahkan waktu.

Masalahnya memang tak bisa dilihat hanya dari satu sisi. Ibarat mata uang kita juga selayaknya melihat sisi yang lain. Penumpang memang boleh merasa dirugikan namun sopir juga berada pada posisi yang tidak menguntungkan. Dia akan berpikir dua kali untuk tetap pada pendiriannya pada tarif lama sementara ratusan rekannya melakukan hal ini.

Barangkali boleh kita tilik beberapa hal yang layak dipertimbangkan. Patokan tarif yang berlaku yang dikeluarkan oleh DLLAJR seharusnya ditempel. Dengan membaca daftar ini diharapkan tidak ada pihak yang merasa dirugikan. Para sopir berada pada posisi kuat untuk meminta penumpang membayar sesuai tarif sedangkan penumpang pun dapat menjadikan daftar itu sebagai acuan mana kala sang sopir menarik ongkos melebihi nilai yang tertera.

Praktek menaikkan tarif seperti ini seharusnya dianggap sebagai pelanggaran, sehingga memungkinkan para sopir mendapatkan sangsi yang jelas. Demi melawan korupsi, sebaiknya kita mulai menertibkan tindakan para sopir ini dengan tidak membiarkan hal itu terus terjadi. Dengan menegur, misalnya.

Lord Acton (10 Januari 1834–19 Juni 1902), sejarawan Inggris mengatakan bahwa “Power tends to corrupt and absolute power corrupts absolutely”. Bisa dibayangkan bagaimana sulitnya melawan korupsi, termasuk melawan sopir yang merasa berkuasa ini. Kalau Anda tak mau membayar sesuai yang mereka kehendaki, silakan jalan kaki.

Segala sesuatu memang harus dilakukan secara berkesinambungan. Banyak pihak yang harus terlibat, tak hanya pejabat atau penguasa. Kita pun wajib turut serta dengan melakukannya sesuai kapasitas. Jika tak mampu melawan koruptor kelas kakap itu, setidaknya kita bisa coba bicara ke pak sopir untuk tidak menaikkan tarif sekehendak hatinya. Kasihan kan, jika korbannya adalah anak sekolah yang uang sakunya pas-pasan. Barangkali memang korupsi memang ibarat makan nasi. Hanya sedikit orang yang dengan sengaja menghindarinya.

 

2 COMMENTS

  1. memang betul mbak, saya sadar betul korupsi itu ada dan nyata di sekitar kita -_-
    semoga dijauhkan dari lingkaran setan itu, hmm..

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here