Lenggang Puspita Hotel des Indies (2)

Ini adalah cerita kedua Grup 7 rangkaian #RantaiCerita #3Penguasa yang diadakan oleh Blogor. Cerita pertama ditulis oleh @yoszca dan kisah ini akan ditutup oleh @Riqo_ZHI.

——-

Hotel Indonesiana, 2005

Walau acara sudah dimulai satu jam lalu, tamu masih berdatangan. Banyak pejabat penting hadir, termasuk beberapa menteri. Billy masih setia mengikuti acara dengan hikmad. Tak terhitung berapa kali ia memberi sambutan, namun ada yang istimewa dengan acara kali ini. Ulang tahun Hotel Indonesiana ke 100! Dengan dirinya sebagai komisaris utama! Siapa sangka, dulu kakek buyutnya, Maharddhika, hanya sebatas menghadiri pesta, kini keluarganya adalah pemilik hotel ini.

***

Jarum jam menunjukkan angka 1 dan istri serta dua anaknya sudah terlelap. Ia duduk di kursi baca di sudut kamar. Perlahan dibukanya buku merah marun di tangannya. Lembar demi lembar, sampai ia terhenti di suatu halaman.

Batavia, 21 April 1905

Seperti biasa, rakjat ketjil selaloe dikorbankan, termasoek korban perasaan. Tjinta pada pada pandangan pertama ini soenggoeh menjiksa. Paras ajoe di oedjoeng sana memilih berpaling kepada lelaki gagah berkoelit putih bersih sebangsanja setelah tahoe namakoe Sabeni. Sebenarnja ini boekan kehendaknja. Orang toeanja jang menghendaki demikian. Memangnja apa jang salah dengan nama Sabeni? Memang akoe mengganti nama tapi boekan berarti akoe tak maoe lagi dipanggil Sabeni. Akoe hanja maoe seperti orang lain, jang poenja nama nasionalis. Nama Maharddhika lebih nasional dibanding Sabeni, yang sangat terasa Betawinja. Ah, lentera jiwakoe. Merana dirikoe karenamoe.

Billy menghela nafas. Ternyata kakek buyutnya bukan keturunan orang berada seperti selama ini dikenalnya. Ia bujang kampung yang mendapat kesempatan bersekolah karena kebaikan hati Meneer Van Kam Voeng. Ah, kalau bukan karena itu, pasti dirinya pun kini hanya tukang kerak telor. Lama ia terpekur.

***

“Bangun sayang,” bisiknya di telinga Yossy, istrinya. “Teh panas dan telur ceplok sudah siap. Aku sendiri yang masak.”

“Ah, apa yang ingin kau bicarakan sih? Setiap kali kau menyediakan sarapan seperti ini, pasti ada pengakuan darimu,” kata Yossy.

Jujur Billy merasa harus memberitahu Yossy kalau dirinya bukan dari keluarga bangsawan seperti yang selama ini diyakininya. Nama van Kam Voeng yang dipakai nenek moyangnya secara turun temurun ternyata hanya nama hadiah.

Dikecupnya wanita cantik berambut panjang, berhidung mancung dan berbulu mata lentik itu. Dan mulailah ia bertutur. Dari Sabeni hingga van Kam Voeng. Tuntas. Tak satupun tertinggal. Namun, ternyata reaksi istrinya jauh dari apa yang dibayangkannya.

Yossy tersenyum. Sambil memandang suaminya, ia berkata, “Sudahlah, sayang. Itu kan masa lalu. Aku lebih suka memikirkan masa kini dan masa depan. Tak peduli kau keturunan siapa. Sabeni atau jendral kompeni tak soal buatku.”

Billy masih memikirkan jawaban istrinya ketika sopirnya tergopoh-gopoh menghampirinya.

“Ada tamu, juragan. Polisi.”

[Bersambung ke http://www.jemari.net/]

5 COMMENTS

  1. Ahaa…kisah romansa Hotel Des Indies melompat 1 abad..gak sabar menanti klimaks ceritanya di seri ke 3 cerita ini. Sebanarnya foto wanita berkipas di kisah Lenggang Puspita Hotel Des Indies adalah kunci utama cerita ini,foto itu salah satu foto wanita yang pernah dekat dengan Bung Karno.
    Terima kasih tuk nyonya @utamiutar yg telah buat cerita ini 😀

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here