Kemarin saya ke Jakarta. Setelah naik kereta dari Bogor saya meneruskan perjalanan dengan bus Transjakarta. Mungkin itu hal biasa buat Anda, namun dari yang biasa ini saya belajar satu hal.
Saat bus tiba di halte Bendungan Hilir dan setelah bus berjalan kembali, saya mendengar seorang wanita sedang marah-marah kepada pak kondektur. Yang membuat semua penumpang mencari asal suara itu adalah bahasa yang dipakainya. Dengan bahasa Cina yang tak dipahami oleh semua orang dalam bus itu dia bicara panjang lebar sambil menunjuk ke arah halte yang baru saja ditinggalkan sementara dari halte ada seorang lelaki yang juga menunjuk ke arah bus yang beranjak maju. Setelah beberapa saat, pak kondektur menyadari bahwa dia sama sekali tidak mengerti apa yang disampaikan si nyonya ini dan mengatakan bahwa si nyonya bisa turun di halte berikutnya dan menunggu lelaki yang kemungkinan adalah suaminya itu di sana.
Si nyonya masih saja terus bicara karena ternyata dia sama sekali tidak bisa berbahasa Indonesia sepatah kata pun sampai akhirnya ada seorang lelaki mencoba memberitahunya dalam bahasa Inggris. Dan ternyata juga, dia tidak bisa berbahasa Inggris. Jadilah ada tiga orang yang terus bicara, satu dalam bahasa Indonesia, satu dalam bahasa Cina, dan satunya lagi dalam bahasa Inggris sampai tiba di halte berikut. Akhirnya si nyonya turun dengan sangat kesal.
Peristiwa itu tak akan terjadi seandainya si nyonya bisa sedikit saja berkomunikasi dalam bahasa lain selain bahasa pertamanya, bahasa Inggris misalnya. Jika seorang penutur berbicara dalam bahasa A, kemudian bertemu penutur yang memakai bahasa B sedangkan penutur A tidak memahami bahasa B dan sebaliknya, mereka perlu bahasa C yang berfungsi sebagai bahasa peranntara. Ini yang disebut lingua franca (Holmes, 2001), yang istilah lainnya adalah working language, bridging language, atau vehicular language.
Lingua franca sangat berperan baik dalam komunikasi bisnis maupun personal, dalam situasi formal maupun non-formal. Kemampuan berbahasa ini sangat menunjang performa kita dalam dunia bekerja dan sekolah sampai pergaulan, di dunia nyata maupun dunia maya.
Salah satu bahasa yang berfungsi sebagai lingua franca dunia adalah bahasa Inggris. Siapa yang menyangkal bahwa bahasa ini dipakai di banyak negara, bahkan paling banyak dibanding bahasa lain?
Dalam beritanya yang bertajuk Hasil Studi: Pelajar Asing Sulit Berteman dengan Pelajar AS yang dilangsir tanggal 18 Juli 2012, situs VOA Indonesia mengutip hasil studi yang dipublikasikan dalan Journal of International and Intercultural Communication. Studi yang dilakukan terhadap 454 siswa dari berbagai negara ini sampai pada simpulan bahwa keterbatasan bahasa merupakan salah satu hambatan dalam bersosialisasi. Sebanyak 38 persen di antaranya tidak memiliki teman dekat dari Amerika. Bahkan, siswa dari negara-negara di Asia Timur mengatakan bahwa 52 persen dari mereka tidak memiliki teman dekat Amerika sama sekali. Sedangkan siswa dari megara-negara dengan bahasa Inggris sebagai bahasa pertama dan dari Eropa Utara dan Eropa Tengah menikmati pengalaman yang sangat positif bersama teman-teman Amerika mereka (Gareis, 2012).
Dalam kasus bahasa Inggris sebagai bahasa asing seperti di Indonesia, untuk menguasainya diperlukan kerelaan untuk menjadi bagian dari penuturnya, sebagaimana bisa dibaca dalam tulisan saya Merdeka Sejenak bahwa tak ada yang bisa menyangkal kita hidup di jaman global. Dalam beberapa hal, ternyata bahasa global (yang paling banyak dirujuk adalah bahasa Inggris) mutlak diperlukan dan salah satu kunci sukses belajar bahasa asing ini adalah kerelaan menjadi bagian dari penuturnya (Appel & Muysken, 1987). Maksudnya, kalau mau total mempelajari bahasa asing ya cobalah ikuti pola bahasa tersebut, sebut saja dalam hal pelafalan. Tak perlu malu melatih diri melafalkan fonem yang memang dirasa sulit karena fonem tersebut tak ada dalam bahasa Indonesia.
Sayangnya, tak semua orang berpendapat demikian. Sebagian dari kita menganggap kefasihan bertutur bahasa lain adalah ancaman terhadap budayanya (Carger, 2009). Mereka akan kukuh mempertahankan identitasnya dengan cara berpegang pada sistem bunyi bahasa Indonesia. padahal Tokuhama-Espinosa (2008) menulis bahwa mereka yang sukses dalam belajar bahasa asing ini akan membangun self-esteem yang lebih kokoh. Dan, tentu, sebaliknya.
Pentingnya lingua franca ini menyadarkan kita bahwa mempelajari bahasa di luar bahasa kita menjadi sangat penting. Siapa tahu kelak, karena urusan bisnis kita harus berada di tengah orang-orang yang tidak mengerti sepatah kata pun bahasa yang biasa kita pakai. Kalau pun bukan karena alasan bisnis dan belajar, bisa juga dalam rangka pelesir.
Nah, kalau yang terakhir ini siapa yang tak mau?
Si nyonya yang kemarin ini juga pasti malu sebenarnya. Tapi apa mau dikata, lha wong memang ngga bisa …
ya itu bisa terjadi pada siapapun termasuk saya hem jadi pengen menambah ilmu bahasa inggris ah paragraf terakhir sbg cambuknya
Belajar bareng yuk.
Sip deh. Pelesir yuk…
tragis!
sadar!
yuk, belajar!
serius??
yuk!
Saya pernah menemui situasi semacam ini. Pelajaran buat semuanya ya mba, apa lagi buat yang berencana pergi2 keluar negri.
Salam Persahablogan juga #eh 😀
Benar Ima. Kan liburannya jadi nyaman ya.
Wah persis pengalaman seperti itu saya alami waktu ke Cina. Senewen banget orang Cina enggak ngerti bahasa Inggris meskipun yang sederhana sekalipun misalnya toilet, taksi, polisi, bahkan angka 1-10 aja dalam bhs Inggris enggak paham. Waktu pertama mendarat di Bandara Chengdu (kota kecil) saya kasih alamat hotel ke supir taksi dan dia geleng2 kepala enggak ngerti tulisan latin. Jadi terpakasa saya minta tolong pelayan toko buku deket sana untuk menerjemahkan ke aksara Cina. Solusinya adalah, kalau mau pergi ke manapun di Cina saya selalu minta tolong resepsionis hotel untuk menuliskan alamat yang saya tuju dalam aksara Cina. Jadi saya menyimpan beberapa potongan2 kertas yang berisi misalnya “Saya mau ke Tianmen square”, “Tolong antar saya ke stasiun metro terdekat”, “Saya tidak makan babi” dan “Saya perlu obat gatal untuk alergi dingin.” dan banyak lagi. Tetapi pernah juga catatan tsb tertukar karena saya kan nggak tau arti tulisannya jadi pernah catatan untuk membeli obat alergi saya berikan ke supir bis. Hahhahah saya diketawain supirnya dan penumpang se-bis. Malu abiiz.
[…] di http://utamiutar.com/index.php/mari-belajar-lingua-franca/ (function() { var po = document.createElement('script'); po.type = 'text/javascript'; […]
izin capture bagian atas postingan ini buat contoh presentasi di prezi. makasih
uwalah buat panduan ki nambah contoh makalah saya.. tapi ngga bisa di copas