Paikem Gembrot

Hari ini adalah hari ke dua saya ikut pelatihan, dan banyak hal yang saya dapat: dari integritas akademik sampai paikem gembrot. Dari pedagang mobil bekas sampai tukang selingkuh. Wow..

Pelatihan yang menurut rencana akan dilaksanakan selama lima hari ini terkait dengan applied approach. Sebenarnya bukan hal baru bagi saya karena sebagian besar materi sudah saya dapatkan di bangku kuliah. Tapi tetap saja yang namanya kesempatan untuk meng-upgrade potensi diri selalu menyenangkan.

Sebagai seorang pengajar, seharusnya kita memiliki integritas akademik, yang di antaranya adalah kejujuran. Kalau mau siswanya jujur, ya pengajarnya harus menjadi role model dulu. Ini bukan tugas berat bagi kita karena katanya di Indonesia hanya ada tiga orang yang tidak jujur, yaitu pedagang mobil bekas, politikus dan tukang selingkuh. Barangkali sekarang tambah satu: Gayus.

Integritas yang ke dua terkait dengan kepercayaan. Mestinya rasa percaya ini bukan hanya satu arah melainkan sifatnya timbal balik, pengajar percaya kepada siswa dan sebaliknya. Pengajar percaya bahwa siswa mampu mengerjakan tugas yang diberikan. Demikian juga siswa percaya bahwa kita sebagai pengajar memiliki kapasitas yang cukup untuk menyampaikan materi. Karena rasa percaya ini tidak tumbuh dengan sendirinya, perlu ditumbuhkembangkan secara terus menerus.

Indikator lain yang mencerminkan bahwa pengajar memiliki integritas akademik adalah adanya saling menghormati. Hal ini sebaiknya ditanamkan, tanpa mempedulikan usia siswa: dari pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi. Perlu memperlakukan manusia sebagai manusia, begitu kira-kira.

Integritas akademik berhubungan langsung dengan wibawa pengajar. Pengajar akan berwibawa jika ada yang dibawa, yaitu ilmu yang dimilikinya. Nah, tidak salah kan kalau kita rajin meningkatkan kualitas diri. Dengan ilmu ini, didukung cara penyampaian yang mencerminkan integritas akademik, niscaya pembelajaran aktif inovatif kreatif efektif menyenangkan gembira tapi berbobot (paikem gembrot) ada di tangan. Di tingkat pendidikan tinggi, pendekatan yang dipergunakan seharusnya bukan lagi pedagogi melainkan andragogi karena tentu memperlakukan pemelajar dewasa berbeda dengan anak-anak. Anda sependapat dengan saya, bukan?

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here