Payung, CR 7 dan Saut

Ada beberapa berita dalam waktu yang tak lama berselang. Semuanya terjadi di negara yang berbeda namun terkait dengan hal yang relatif sama. Ternyata benar, selain terkait dengan hal-hal yang sifatnya khusus untuk budaya di wilayah tertentu, ada juga unsur budaya yang sifatnya universal.

Beberapa waktu lalu kunjungan resmi rutin menteri Su Su Hlaing ke Kawthaung, bagian selatan Myanmar, menjadi berita hangat di media sosial. Bukan tentang kunjungannya, tapi tentang foto sang menteri dengan bayang-bayang payungnya. Benarkah memegang payung untuk seorang wanita adalah aib bagi laki-laki di Myanmar?

cr7Minggu lalu diberitakan Presiden Liga Spanyol Javier Tebas akan melakukan investigasi berkenaan dengan gesture pesepak bola Real Madrid Christiano Ronaldo dalam foto di samping ini. Gerakan itu disebutnya tak pantas (obscene). Tebas juga akan memberikan sanksi disiplin kepada CR 7 karena bahasa tubuhnya di hadapan pendukung Barcelona setelah ia mencetak gol pada liga itu.

Lalu, Saut Situmorang, penggiat komunitas sastra ditangkap polisi karena kata bajingan yang digunakannya di laman Facebook. Ia dijerat UU ITE dengan aduan pasal pencemaran nama baik.

Dari kasus-kasus itu terlihat ada kesamaan. Masyarakat memiliki ukuran mengenai mana yang pantas-tidak pantas, baik-buruk, boleh-tidak boleh; yang disepakati bersama. Namun, khusus tentang ungkapan verbal, kadang-kadang mereka juga melanggar kesepakatan ini karena alasan yang sifatnya personal. Ada yang tak keberatan dipanggil dengan nama-nama yang sebenarnya memiliki arti negatif secara harafiah, bukan?

Walaupun sifatnya universal, kesopanan dan kepantasan memang tak bisa lepas dari teks dan konteks. Selama sebuah peristiwa tutur itu berjalan baik dan hubungan antarpartisipan positif, tentu tak menjadi masalah. Begitu kira-kira garis besar kutipan dari buku Dialogue and Culture yang disunting oleh Grein & Weigand ini.

Politeness cannot be adequately accounted for without taking into consideration the complex interplay between both effectiveness and respect in the context of culture-specific condition. Politeness is to be seen as a traditional, culturely bound concept regulating human interaction in a way which, in its core, should remain directed towards a positive interpersonal relationship. (2007: 211).

Jadi, jika tidak secara langsung terlibat dalam konteks suatu tuturan, sepertinya lebih bijak memang menahan diri memberikan komentar. Siapa tahu yang terlibat di dalamnya tidak keberatan dengan ucapan atau perbuatan itu. Siapa tahu.

Gambar: barcastuff

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here