Sarjana di Tepian Baskom

wildanMembaca Sarjana di Tepian Baskom seperti mengawinkan fakta dan fiksi. Sebagai sebuah kisah tentulah buku ini merupa fiksi, tapi beberapa nama dan latar tempat yang ada membuatnya terbaca seperti sebuah catatan kegiatan. Beberapa nama dan deskripsi tokohnya mengingatkan saya akan keberadaan mereka, yang hanya satu jengkal dari ruangan tempat duduk saya saat ini.

Satu hal yang menarik dalam buku ini adalah ditampilkannya unsur lokal sebagai latar sosial. Ojek payung, profesi yang banyak dilakoni anak-anak usia SD ini, mungkin tak banyak ditemui di daerah lain di luar Bogor.

Pesan yang disampaikan juga mengena. Pendidikan dan segala perniknya adalah tema yang tak pernah usang. Bahwa setiap siswa berhak berkembang sesuai dengan minat dan bakatnya juga dituturkan di buku Anak Bukan Kertas Kosong yang ditulis oleh Bukik Setiawan, yang ulasannya saya tulis beberapa waktu lalu. Bukik mengamini pendapat Ki Hadjar Dewantara, yang menganalogikan anak sebagai benih kehidupan, yang harus ditumbuhkembangkan. Ia menuliskannya seperti ini.

Pendidikan itu bukanlah menanamkan, melainkan menumbuhkan. Pendidikan bukanlah mengubah beragam keistimewaan anak menjadi seragam, melainkan menstimulasi anak untuk menjadi dirinya sendiri. Pendidikan bukanlah proses memberi tekanan dari luar, melainkan menumbuhkan keistimewaan dalam diri anak. Pendidikan memfasilitasi tumbuh kembangnya keistimewaan anak agar menjadi orang yang mampu hidup mandiri dan bermanfaat untuk lingkungan sekitarnya. (halaman 45)

Kembali ke Sarjana di Tepian Baskom, dua sahabat Tegar dan Daaris digambarkan memiliki minat yang mereka kembangkan menjadi sebuah potensi.

Sebagai karya yang terbit di jaman serba global, tak heran banyak ditemui penggunaan campur kode dan alih kode. Selain bahasa Indonesia, bahasa Inggris muncul di beberapa bagian buku ini, disusul bahasa Sunda dan bahasa Betawi. Bahasa Inggris dipakai dalam kata atau frasa berikut: right, very different from the old school, security, nametag, vice principal, visitor, office boy, paving block, teacher’s room, basement, binder, gadget, downlight, culture, lesson plan, arts, homebase, native speaker, snack time, lunch time, go home, incident, speechless, trust me, reading, keyboard, blocking, live, audience, dan masih banyak lagi.

Sebenarnya penggunaan alih kode dan campur kode dalam suatu karya sah-sah saja. Namun, penggunaan istilah asing sementara ada padanannya dalam bahasa Indonesia dan karya tersebut ditulis dalam bahasa Indonesia akan sangat mengganggu. Kalimat berikut ini bisa menjadi contoh.

Ini hanya masalah culture, tak mesti ambil parang lalu berperang sambil menyerang mencari pemenang. (halaman 48)

Dari sisi penceritaan, kisah tentang dua orang sahabat dengan mengambil sudut pandang orang ketiga dalam buku ini cukup mengalir. Saking mengalirnya penulis bercerita (telling, bukan showing), di beberapa tempat masih bisa ditemui penggunaan kalimat yang terlalu panjang, boros kata dan tidak efektif.

Negeri indah tiada tara jangan sampai melarat apalagi sekarat meski banyak yang mudarat mending kita ngopi darat. (halaman 13)

Kelak, dewasa akan menjawab tanya. Waktu akan menjawab setiap tanya. Setiap tanya akan ada jawab. Pasti! (halaman 39)

Setelah membayar Rp150.000,00 pada Mas Rudin, Mak Yati pamit meninggalkan geram dan rasa iri tanda tak mampu di pagi yang sejuk namun terasa panas bagi Bu Yuyun dan Bu Imas yang memang sudah merasa iri sejak Tegar melanjutkan ke perguruan tinggi dan lulus sarjana dengan predikat cum laude. (halaman 102)

Selain itu, penggunaan tanda baca di beberapa tempat juga sepertinya luput dari sapuan penyuntingan. Tanda baca koma, misalnya, akan mengaburkan mana induk kalimat dan mana anak kalimat.

Kocak sebab ia suka melawak dan bercanda tapi, lebih sering terlihat asyik menyendiri dengan pensil kayu bermerek AB,penghapus putih, dan file bututnya bergambar penyair W.S. Rendra dan Erros Sheila On 7. (halaman 20)

Dan, sebagai orang yang dibesarkan di kota yang berjarak kurang dari 30 km dari Boyolali di Jawa Tengah, saya merasa aneh ketika tertulis kota ini ada di Jawa Timur. Barangkali memang ada kota Boyolali di Jawa Timur, entahlah. Ini penting, menurut saya, karena sebagaimana kita mahfum, pemaparan pengetahuan faktual yang rinci dan manis akan memperkaya cita rasa sebuah karya.

Demikian.

Judul: Sarjana di Tepian Baskom
Penulis: Wildan F. Mubarock
Penerbit: Indie Book Corner (Yogyakarta), 2015
Jumlah halaman: 177

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here