Beberapa hari ini Jokowi kembali ramai diperbincangkan. Kali ini mengenai kemampuannya berbicara dalam bahasa Inggris di forum APEC yang berlangsung di Beijing tanggal 8-10 November 2014 lalu. Tulisan kecil ini tak sedang membela Jokowi. Saya menuliskannya karena saya mau.
Semua mahfum saat ini penutur bahasa Inggris tersebar di seluruh dunia. Dengan sebaran wilayah yang luas itu kemudian muncul istilah dialek regional, yang salah satunya akan berpengaruh pada pelafalan. Ini sangat masuk akal. Orang Indonesia pasti berbicara dengan cara yang berbeda dibanding orang Singapura, India, Afrika, Australia dan lain-lain, seperti yang pernah saya tulis dalam Namanya Indoglish.
Kachru (1985) membagi penutur bahasa Inggris secara garis besar menjadi tiga: inner circle, outer circle dan expanding circle. Inner circle adalah mereka yang memakai bahasa Inggris sebagai bahasa pertama seperti Inggris, Amerika dan Australia. Outer circle mencakupi mereka yang mempergunakan bahasa Inggris sebagai bahasa resmi atau bahasa yang digunakan secara luas, seperti India, Singapura dan Nigeria. Expanding circle adalah mereka yang memperlakukan bahasa Inggris sebagai bahasa asing seperti Polandia, Jepang, Meksiko, Hongaria, termasuk juga Indonesia.
Seiring dengan perkembangan bahasa Inggris yang kemudian berperan sebagai lingua franca di antara penutur yang tidak memakainya sebagai bahasa pertama, mereka yang berada dalam inner circle mulai kehilangan kekuatan bahasanya. Harmer (2007: 18) bahkan mengatakan bahwa kini mayoritas penutur bahasa Inggris yang kompeten bukan lagi native speakers tapi mereka yang mempergunakannya sebagai bahasa kedua.
Dengan semakin banyaknya penutur yang mumpuni ini, Kachru (2004) kembali mengusulkan pembagian penutur bahasa Inggris. Kali ini pembagiannya adalah inner circle dan outer circle yang terdiri dari high proficiency users dan low proficiency users.
Pada era bahasa Inggris sebagai lingua franca, penggunaan bahasa Inggris lebih ditekankan dalam hal fungsinya. Harmer dalam The Practice of English Language Teaching mengatakan mereka yang menggunakan bahasa Inggris sebagai lingua franca adalah komunikator yang sangat berhasil.
Keberhasilan komunikasi inilah yang ditekankan jika tujuan utama kita mempelajari bahasa Inggris adalah intelligibility atau pemahaman oleh mitra tutur. Namun, pemahaman ini baru akan tercapai jika kita melafalkannya dengan benar (native-like), terutama untuk bunyi-bunyi tertentu. Kata three tentu berbeda pelafalannya dari kata tree.
Namun perlu diingat, tidak semua penutur dari seluruh wilayah di muka bumi ini memiliki potensi untuk melafalkannya dengan cara seperti penutur jati (native speaker). Bahasa pertama atau bahasa ibu penutur merupakan faktor yang sangat signifikan pada pelafalan bahasa Inggris mereka (Brown, 2001: 65). Mereka cenderung memperlakukan fonem dalam bahasa Inggris seperti fonem dalam bahasa pertamanya. Belum lagi ditambah intonasi yang sangat dominan dalam sistem bahasa pertama mereka misalnya bahasa Cina, Jepang dan India.
Selain faktor bahasa pertama, ada juga faktor lain yang mempengaruhi pelafalan seseorang. Saya pernah menuliskannya di Pronunciation in Language Teaching.
Generalisasi di atas akan terpatahkan jika kita melihat keunikan gaya bicara masing-masing individu. Jokowi berbicara dengan gayanya dan saya berbicara dengan gaya saya, walaupun kami sama-sama orang Indonesia.
Tulisan ini hanya serba sedikit mengenai pelafalan. Memberikan penilaian baik-buruk mengenai kemampuan berbahasa asing seseorang khususnya dalam kemampuan berbicara sebaiknya memang dilakukan dengan pertimbangan dari berbagai sisi.
Saya bangga kepada mereka yang berbicara di forum internasional dengan percaya diri sebagai orang Indonesia. Siapapun mereka.
kmrn pas presentasi di KL, aku jd gugup krn org malaysia ngomong bahasa inggrisnya kaya air..ngalir dan lancar tanpa malu dengan dialek mereka sendiri. sementara aku, jd ga pede krn bhs inggrisku g sebagus mereka.. ya kali aku orang indonesia yg ga tiap hari berbahasa inggris, jd wajar kalo g sempurna. but at least, i’ve tried:)
banyak faktor kalau ngomongin kemampuan beginian, hes. selain faktor bahasa, juga faktor psikologis ketika harus menghadapi banyak orang. ada orang yang sangat kesulitan ketika harus bicara di depan umum, apalagi bicara dalam bahasa inggris. begitu. 🙂
berarti aku ga salah2 amatlah kemaren itu.. *lega*
nggaklah 🙂
saya sangat setuju dengan kalimat penutup dari ibu. sebagai tambahan dilihat dari sisi lain pak Jokowi sebagai seorang marketer (setidaknya itu yang saya tangkap dari topik yang disampaikan), akan lebih baik jika menggunakan bahasa Indonesia dibandingkan bahasa inggris yang sangat terbatas.
thx 🙂
Kalo anak2 alay yang suka nyelipin bahasa inggris di tengah omongannya sekedar buat gaya gmn tuh, Bu? Itu bisa dibilang indoglish gak sih? 😀
Saya suka kalimat ini mam
“Saya bangga kepada mereka yang berbicara di forum internasional dengan percaya diri sebagai orang Indonesia. Siapapun mereka.”