Tadi malam saya menonton film yang trailler-nya saya lihat minggu lalu, The Age of Adaline. Ada dua alasan. Pertama, saya akui saya termakan iklan itu. Kedua, karena salah satu pemerannya adalah Harrison Ford. 🙂
Film ini cukup menghibur. Benar yang disampaikan oleh Lee, Jr. dan Gillen dalam The Producer’s Business Handbook: The Roadmap for the Balanced Film Producer bahwa kisah menarik dan menghibur masih menjadi aset yang kuat dari sebuah film. Tapi, urusan menarik dan tidaknya sebuah film memang subyektif sifatnya. Menarik buat saya belum tentu demikian bagi orang lain.
Dengan alur gabungan antara alur maju dan mundur (flashback) yang tidak terlalu rumit, film ini enak dinikmati. Pertumbuhan fisik Adaline Bowman yang lahir pada tanggal 1 Januari 1908 itu terhenti setelah ia mengalami kecelakaan pada usia 29 tahun, beberapa tahun setelah suaminya meninggal dunia. Ia harus terus berganti identitas dan pindah ke tempat baru setiap sepuluh tahun untuk menghindari pihak-pihak yang memburunya. Mereka tertarik pada keadaannya yang fenomenal itu dan ingin menelitinya lebih lanjut.
Awet muda sangat diminati kebanyakan perempuan. Tapi, ternyata kondisi (terlalu) awet muda membuat Adaline tidak nyaman dengan hidupnya. Anak perempuannya tumbuh normal dan akhirnya tampak seperti neneknya. Ia juga kesulitan menjalin hubungan asmara karena sadar bahwa ia tak bisa menua bersama orang yang dicintainya.
Titik balik terjadi ketika ia memutuskan untuk dekat dengan seorang laki-laki, Ellis Jones, dan bersedia berkunjung ke orangtuanya yang sedang merayakan ulang tahun perkawinan ke-40. Ternyata, ayah laki-laki ini adalah kekasihnya limapuluh tahun lalu, William Jones. Waktu itu, Adaline memutuskan meninggalkan William setelah menyadari kondisinya yang tak beranjak tua sedetik pun.
Konflik batin yang dahsyat karena tak bisa meluapkan rindu kepada orang yang sangat dicintainya ditampilkan dengan apik. Keadaan William yang sudah menikah dan memiliki dua orang anak membuat mereka harus menahan getir ketika akhirnya bersemuka karena cinta mereka berbenturan dengan norma.
Memang benar, hidup bukan soal tanggal dan angka. Dalam kisah Adaline, bahkan tahun baru dan hari ulang tahun pun tidak lagi menyenangkan karena ia tak pernah bisa melewatkannya dengan orang-orang terkasih. Suasana apa yang akan dikenang dengan menjalani hidup tanpa cinta seperti itu. Seorang sahabat saya pernah mengatakan, “Cinta adalah api, yang menghidupkan tungku kehidupan.”
Saya jadi ingat, tepat setahun lalu saya menghadiri bincang buku Jalan Lain ke Tulehu, dan sangat terkesan dengan apa yang ditulis Zen. “Kehidupan bukan bergerak dari waktu ke waktu, melainkan dari suasana ke suasana,” tulisnya.
Sekarang bahagia, sedetik kemudian bisa saja kita berkubang duka. Suatu saat sangat hebat merindu, lain waktu merajut pilu. Begitulah manusia.
Gambar: theageofadalinemovie.com
alur ceritanya mengharukan, download bu ahh filmnya.. ^_^ mksh bu buat reviewnya.