Salah satu buku yang saya suka adalah buku tentang pendidikan dan pola asuh (parenting) karena dua hal ini erat sekali dengan keseharian saya sebagai ibu sekaligus pendidik. Buku Bakat Bukan Takdir ini melebur keduanya: bagaimana orangtua memainkan perannya sebagai pendidik. Sama dengan buku pertama, buku ini juga sempat menemani saya bepergian ke beberapa kota. 🙂
Bakat Bukan Takdir adalah buku kedua anggitan Bukik Setiawan, yang kali ini ditulisnya bersama Andrie Firdaus. Buku pertama, Anak Bukan Kertas Kosong terbit tahun lalu dan dicetak ulang beberapa kali.
Dengan tebal 250 halaman, Bakat Bukan Takdir padat berisi panduan orangtua dalam pengembangan bakat anak dengan melihat kecerdasan majemuk yang dimilikinya. Semacam manual. Oleh karenanya, untuk mendapatkan manfaat maksimal, buku ini sebaiknya dipraktikkan, tidak hanya dibaca.
Buku ini terdiri dari pembahasan Pengembangan Bakat Anak di Zaman Kreatif, Mengapa Anak Bukan Kertas Kosong, Menjadi Pendidik yang Menumbuhkan, Mengenal Kecerdasan Majemuk Anak, Mengenal Bakat Anak, Mengembangkan Kegemaran Belajar Anak, Mengembangkan Ketekunan Belajar Anak, Mendampingi Anak Belajar Mendalam dan Menyiapkan Karir Anak Sejak Dini. Pembagian yang menarik. Dan, akan lebih asyik kalau untuk edisi mendatang tersedia juga daftar isi sehingga pembaca mudah menemukan apa yang mereka cari. 🙂
Seperti yang bisa dibaca di temantakita.com, sebuah situs portal bakat anak, buku ini mendobrak kesalahpahaman banyak orangtua mengenai bakat anak. Selama ini diyakini pengembangan bakat anak itu: dilakukan dengan mengikutkan anak ke tempat les, mahal, tidak mendukung karir, bukan tanggung jawab orangtua, merupakan aktifitas sampingan, cepat berhasil jika ada kemauan, hanya untuk anak yang pintar secara akademis, san dinilai keberhasilannya dari menang lomba. (halaman 24-25)
Memang sih ya, pengembangan bakat itu sifatnya sangat kontekstual, sesuai dengan konteksnya baik konteks yang fisik (tempat dan waktu) maupun konteks psikologis (zaman kreatif). Dengan konteks ini, orangtua juga dituntut menjadi kreatif mempersiapkan anak menghadapi perubahan zaman. Anak bisa belajar dari mana saja. Belajar bukan lagi semata membaca buku dan dilakukan di sekolah. Belajar bukan aktifitas menghafal yang membosankan, di tempat yang tenang, dan diukur dengan ujian. (halaman 180)
Buat saya, membaca buku ini serasa de ja vu. Banyak bagian buku ini yang saya lakukan ketika anak-anak saya masih kecil. Saya ingin aktifitas belajar menjadi sesuatu yang menyenangkan buat mereka, sehingga keinginan belajar ini mereka miliki selamanya. Saya melakukannya karena dulu orangtua saya juga seperti itu. Mereka tidak pernah menyuruh atau memaksa saya belajar sama sekali dan selalu menemani saya belajar.
Secara garis besar, saya sependapat dengan judul buku ini bahwa bakat bukan takdir, begitu pun karir. Bakat dan karir sangat mungkin dikembangkan dengan memaksimalkan potensi dan kecerdasan majemuk yang dimiliki masing-masing anak. Beberapa kecerdasan ini sangat mungkin dikolaborasikan untuk mengembangkan suatu bakat. Atau sebaliknya, satu kecerdasan bisa terkait dengan beberapa bakat. (halaman 166-167)
Dari sisi bahasa, ada beberapa kesalahan cetak dan beberapa kalimat dengan struktur yang rancu. Kalimat semacam ini tidak memiliki induk kalimat. Kalimat kedua dalam kutipan dari halaman 23 di bawah ini adalah contohnya.
Bakat bukan sesuatu yang ada dalam diri anak. Tapi sesuatu yang dihasilkan oleh anak.
Contoh lain ada di halaman 22. Kedua klausa dalam kalimat ini adalah anak kalimat.
Karena bakat adalah hasil belajar, maka pada dasarnya setiap orang bisa punya lebih dari satu bakat, tergantung kesesuaian potensi diri dan kesempatan di masyarakat.
Selain itu, ada satu hal yang unik dalam buku ini. Bagan Siklus Perkembangan Bakat Anak ditampilkan berkali-kali, untuk memberikan penekanan pentingnya pemahaman orangtua mengenai pengembangan bakat, yang dijabarkan dengan panduan dan latihan di semua bagian buku. Ini penting, karena bisa jadi kita tanpa sadar melakukan sebaliknya.
Siklus ini memperlihatkan fase-fase dalam perkembangan itu, yaitu fase eksplorasi (0-7 tahun), fase belajar mendalam (7-13 tahun), fase arah karir (di atas 13 tahun), dan fase berkarir (di atas 18 tahun). Dari keempat fase itu, dua fase pertama dibahas dalam buku bernuansa merah muda ini.
Dengan dimensi 14×21 cm, buku ini handy, enak dibawa ke mana-mana. Tidak terlalu tipis, tidak pula terlalu tebal. Tata letak dan warnanya juga menarik. Saya bahkan suka dengan sampulnya sebelum buku ini naik cetak!
Sekali lagi, bravo mas Bukik!
Judul buku: Bakat Bukan Takdir
Penulis: Bukik Setiawan dan Andrie Firdaus
Penerbit: Buah Hati (Jakarta, 2016)
Jumlah halaman: 250