People speak differently. Setiap orang punya gaya masing-masing. Gaya ini juga terlihat ketika mereka berbicara dalam bahasa lain. Orang Singapura akan berbicara dalam bahasa Inggris dengan cara yang berbeda dibanding orang India, Cina, Australia dan negara-negara lain. Termasuk kita, penutur bahasa Inggris di Indonesia. Ini yang disebut dialek regional.
Beberapa hari yang lalu saya mengikuti 11th Asia TEFL International Conference di Ateneo de Manila University. Dan, saya jadi semakin terbuka mengenai perbedaan gaya bicara ini karena dalam kesempatan itu saya berinteraksi dengan peserta konferensi yang datang dari berbagai negara.
Gaya berbeda ini seharusnya tidak menimbulkan masalah karena dalam berkomunikasi yang menjadi poin penting adalah tersampaikannya pesan. Namun, ternyata pesan tidak akan diterima dengan benar jika ada kesalahan signifikan dalam pelafalan. Kata fan dan van, misalnya, memiliki makna yang jauh berbeda.
Bahasa Inggris memiliki kaidah fonemis berbeda dari bahasa Indonesia. Dalam bahasa Inggris panjang pendeknya suatu bunyi adalah penentu yang signifikan. Kata beach dan bitch yang hanya berbeda pada panjang vokalnya memiliki arti yang sangat jauh berbeda. Demikian juga kata sheet dan shit.
Dialek meliputi beberapa aspek, salah satu yang paling mudah ditengarai adalah intonasi. Teman-teman dari Singapura, Malaysia, India, Korea dan negara-negara yang memiliki memiliki aksentuasi dominan dalam bahasa pertama biasanya memiliki ciri khas dalam intonasinya.
Orang kemudian mengenal berbagai variasi bahasa Inggris yang dikenal sebagai world Englishes (Jenkins, 2006: 159) atau global English (Graddol, 2006: 106) dan memberikan nama kepada bahasa Inggris yang mereka pakai. Ada Singaporean English atau Singlish, Australian English dan lain-lain. Mereka bahkan punya istilah tentang variasi gaya yang kita pakai: Indoglish (Barrett, 2006: xxviii).
Jadi, tak perlulah kita risau dengan gaya bicara kita. 🙂
[…] Beberapa hari ini Jokowi kembali ramai menjadi perbincangan. Kali ini mengenai kemampuannya berbicara dalam bahasa Inggris di forum APEC yang berlangsung di Beijing tanggal 8-10 November 2014 lalu. Tulisan kecil ini tak sedang membela Jokowi. Saya menuliskannya karena saya mau. Titik. Semua mahfum saat ini penutur bahasa Inggris tersebar di seluruh dunia. Dengan sebaran wilayah yang luas itu kemudian muncul istilah dialek regional, yang salah satunya akan berpengaruh pada pelafalan. Ini sangat masuk akal. Orang Indonesia pasti berbicara dengan cara yang berbeda dibanding orang Singapura, India, Afrika, Australia dan lain-lain, seperti yang pernah saya tulis dalam Namanya Indoglish. […]