“Pedas!” Begitu komentar teman saya ketika saya ceritakan tentang cabe yang tumbuh subur di halaman samping, yang memang pedasnya luar biasa ini. Sejak beberapa minggu lalu tanaman ini mulai rajin berbuah.
Pedas adalah kata yang sangat relatif. Karenanya, disebut gradable. Pedas buat saya, belum tentu pedas untuk Anda. Saya pernah membuat sambal dengan 70 buah cabe rawit untuk teman saya dan dia hanya tersenyum sambil mengatakan sambal itu tidak pedas sama sekali. Kami sempat berkelakar ketika itu, dan saya mengatakan ada yang salah dengan syaraf pedasnya.
Selain untuk sesuatu yang kasat mata seperti ini, kata pedas lazim juga digunakan untuk menyebut ujaran atau perkataan yang sangat tajam. Sekali lagi, tentu ini pun relatif. Sebuah kalimat bisa jadi pedas bagi seseorang, tapi dirasakan biasa saja oleh orang lain.
Kalimat “Kamu gendut!” misalnya, memberikan efek yang berbeda bagi orang yang berbeda. Belum lagi jika dikaitkan dengan jenis kelamin. Perempuan lebih sensitif jika pembicaraan menyangkut umur dan berat badan. Begitu kata Karen Miller-Kovack dalam bukunya Weight Watchers She Loses, He Loses: The Truth about Men, Women, and Weight Loss.
Sosiolinguis Janet Holmes mengemukakan eratnya kaitan antara bahasa dan jenis kelamin. Ada topik tertentu yang pas diangkat dalam pembicaraan dengan perempuan, ada yang lebih nyaman dibicarakan dengan laki-laki. Laki-laki perlu belajar bagaimana bicara dengan perempuan, begitu pun sebaliknya.
Kembali ke soal rasa, saya sih lebih milih pedasnya cabe. Anda?