Membaca buku ini seolah saya mengalami de ja vu. Peristiwa dan tata nilai yang disuguhkan dalam beberapa karya yang dikupas sungguh serupa dengan yang sedang terjadi di suatu negeri. Latar waktu dalam beberapa karya yang dikupas adalah masa lalu namun masih relevan hingga kini. Dengan memilih peristiwa sejarah atau tokoh sejarah, Pram dapat memperlihatkan persamaan antara masa kini dan masa lampau. Dan, melalui buku setebal 407 halaman yang terbagi menjadi 10 bab ini, tokoh Pamoedya menjadi semakin bulat dan utuh.
Pendekatan dalam kritik sastra tidak hanya menggunakan pendekatan intrinsik melainkan juga ekstrinsik. Pendekatan ekstrinsik dilakukan dengan melacak pemikiran pengarang tentang soal-soal kemasyarakatan, kebudayaan dan kebangsaan dan menganggap kesusastreaan sebagai cermin jaman. Selain itu, pendekatan pendekatan ekstrinsik juga mencakupi kemasyarakatan: untuk memahami pemikiran pengarang tentang berbagai permasalahan masyarakat yang dikaitkan dengan soal-soal kemanusiaan, keadilan, kebajikan, dan kesejahteraan hidup. Hal ini diperkuat dengan adanya kehidupan pengarang sebagai latar.
Karya-karya Pram adalah novel sejarah. Novel-novel ini mengambil tokoh dan peristiwa bersejarah, latar belakang masa dan waktu silam dibandingkan dengan saat penulisan novel yang bersangkutan. Penulis novel sejarah menekankan pemberian makna pada eksistensi manusia lewat cerita, peristiwa, yang barangkali tidak benar secara faktual tetapi yang masuk akal secara maknawi (289-290). Dalam karyanya, Pram memberikan makna tersendiri terhadap fakta sejarah yg tertentu dengan penyorotan tersendiri.
Oleh karena itu tak heran, fakta dan fiksi saling melengkapi dalam karya-karya Pram. Misalnya, konsep rame ing gawe (186) diartikan sebagai kewajiban untuk bekerja: setiap pihak hendaknya memenuhi kewajibannya pada tahap kedudukan masing-masing. Dengan setiap orang menjalankan kewajiban di tempat masing-masing, bukan karena inisiatif atau tanggung jawab pribadi melainkan karena setia menerima tugas dan kewajiban itu, menjalankannya di tempat hidupnya di mana orang itu lahir dan bertindak menurut hukum karma, hukum Tuhan dan hukum manusia. Hal ini sedikit berbeda dari konsep serupa yang diartikan bahwa masyarakat Jawa adalah bangsa yang ringan tangan (rame ing gawe) tanpa mengharapkan imbalan apapun (sepi ing pamrih, yang di buku ini dibahas di bagian terpisah).
Beberapa contoh lain yang menjadikan buku ini kaya adalah kejelian menangkap pesan yang disampaikan, bahwa betapapun manusia tetap manusia, dengan segala sifat dan bahkan konflik internal yang seringkali dialami dalam hidupnya. Misalnya dalam Anak Semua Bangsa, sosok Minke merasa tersinggung saat Trunodongso yang seorang petani bertutur Jawa ngoko kepadanya. “Mendengarkan orang bicara ngoko padaku, aku merasa terampas hak-hakku. Sebaliknya, mendengarkan orang bicara kromo padaku, aku merasa sebagai manusia pilihan, bertempat di suatu ketinggian, dewa dalam tubuh manusia, dan keenakan warisan ini membelai-belai … “
Walau hanya mengulas beberapa karya Pram, yaitu Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah, Rumah Kaca, Arus Balik, Arok Dedes, dan Gadis Pantai, buku ini menyuguhkan kritik sastra sebagai satu kajian yang lebih menarik, dengan mengembalikannya ke jalan yang benar, yaitu tidak hanya melihat karya sebagai karya, namun melihatnya sebagai satu kesatuan tak terpisahkan dari konteks dan latar penulisannya.
Judul: Pramoedya Menggugat, Melacak Jejak Indonesia
Penulis: Prof. Koh Young Hun
Editor: Maman S. Mahayana
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama (Desember 2011)
@wkf2010: bukunya ada di bojonggede mas. thx infonya, akan difollow-up. salam balik.
aku lagi baca ulang Arus Balik hasil sedotan kang WKF 🙂