Hari ini Facebook membuat video untuk penggunanya dengan tema #friendsday untuk memperingati ulang tahun yang ke-12. Video ini hanya bisa dilihat oleh pengguna yang bersangkutan, kecuali mereka membaginya dengan orang lain. Betapa sahabat mampu memberikan warna dalam hidup kita. Pun sebaliknya, kita mewarnai hidup sahabat-sahabat kita. Dan, video ini ditutup dengan kalimat “Your friends are pretty awesome.” Indeed!
Buat saya, sahabat adalah matahari. Mereka memberikan energi. Salah satu di antara mereka mengirimkan puisi ini kemarin pagi. Saya tuliskan di sini sebagai apresiasi dan ungkapan terima kasih.
Sajak Tiga Gelang
(Jauh sebelum hari bergegas dalam terik hujan
Memisah hari hari dulu dan kini dalam kenang yang sulit dilupakan
Aku menatap matamu dalam sorot mataku yang telah letih berpijar
Berabad-abad mencarimu
Kau tertegun di situ di seberang rumpun bunga kana warna merah
Dengan rambut yang tergerai-gerai digerus angin dari gunung-gunung
Dan bertanya dalam kilas mata bening yang sampai saat ini
Aku tak mampu lupa
:hai, apa kabarmu?)
Di suatu abad, Je, kita pernah hidup bersama
Padang sabana tak bertepi dan kuda-kuda putih perkasa menari-nari
Adalah latar hidupku dan hidupmu di ketika waktu itu
Rambutmu panjang memeluk pinggang, Je
Rambutku panjang kau kepang tergelung di puncak sahasraraku
Tertusuk konde batu kumala dan selalu kau tersenyum padaku
Dalam hening dalam sorot mata bintang timur
Senyummu itu Je tetap bercahaya penuh cinta
Di saat terakhir sebilah anak panah menembus ulu hatimu
Menembus pedih jantungmu di tengah padang sabana Mongolia
Je, sampai kini masihkah kau rasa sakit pedih di ulu hatimu itu bersisa?
Seuntai gelang batu mata singa kuikatkan di nadi tangan kirimu
Untuk mengantarmu pulang ke sabana abadi
Itulah gelang yang pertama
Abad-abad yang berganti adalah kelana yang melarung memilah waktu
Mencarimu
Kusibak dari antara denting-denting gamelan dan rebab
Kubabarkan dalam pupuh-pupuh asmaradana menatapmu menari lembut
Dalam kibasan penuh khidmat lenggang bedaya
Di atasnya tanah-tanah ndalem kaputren di bawahnya pohon-pohon sawo kecik
Engkau adalah gadis remaja njero benteng
dan aku adalah pujangga beranjak tua, yang dalam seseliran angin sore
sering kau sapa aku, Rsi…
Je, aku mencarimu terlalu cepat di kraton ini dan kau lahir lebih lambat dari yang kuduga
Aku memujamu dalam hening dan jarak yang senyap
Aku nelangsa melihatmu diambil jadi garwo ampil ksatria perkasa
Aku melihat kibasan terakhir rambutmu panjang dari balik regol ndalem jene
Je, aku pergi meninggalkan badan fisikku dalam gumam pupuh megatruh
Memendam rinduku padamu
Di nadi tangan kiriku, ada terlingkar satu gelang biji-biji ganetri
Itulah gelang yang kedua
Hidup itu adalah soal perjalanan, Je
Perjalanan dari kelahiran ke kematian
Dari kematian ke kelahiran
Sulit mengingat setiap kelahiran dan kematianmu, Je
Di hidup sekarang ini kau lahir di rembang petang saat muazin mengumandangkan Azan
Di awal awal musim semi waktu angin utara masih menggigil menghiliri pucuk
Pucuk cemara dan gunung besar di selatan kota
Berkedipan dipeluk kabut-kabut putih yang merebah
Kau kembali menangis lega setelah beruam dalam ruang waktu yang nisbi
Aku adalah anak usia dua tahun dan tak tahu kau di mana
Dan kau tak tahu siapa dirimu sampai kau diberi nama dan pelan pelan
Mencoba untuk mengingatnya
Kelak kita akan berasa aneh pada diri kita sendiri
Pada tatap mata yang bertautan
Pada tatap mataku yang berkelebatan
Aku jengah menatap matamu, Je
Bukankah engkau adalah putri kraton yang besuami ksatria itu?
Aku tak sanggup menatap matamu
Sungkan setelah beratus tahun aku tak bisa memegang tanganmu
Merasakan kasih yang mengalir deras di nadi tanganmu
Aku ingin sekali memakaikan gelang batu tanah priangan
Yang diikat dalam anyaman kulit kerbau
Di nadi tangan kirimu
Entah kenapa aku rasa kau akan hidup di sana
Itulah gelang yang ketiga
2 Februari 2016
(sebuah kado ulang tahun untuk Utami)
Selamat ya Ut..atas kado puisinya. Cuma mampu membaca 🙂