The Zahir: Obsesi dan Eksistensi

zahir
Saya suka membaca. Sangat. Dan berkat keikutsertaan dalam @kelasanggit Narasoma, kelas menulis fiksi yang dipandu oleh Khrisna Pabichara, saya akhirnya membaca karya Paulo Coelho. Sebuah nama yang saya kenal sejak lama tapi tak pernah tertarik membaca karyanya.


Secara keseluruhan, saya bisa mengatakan bahwa novel ini bertutur tentang obsesi manusia. Pemaparan dan cerita pencapaian obsesi ini diwakili oleh perjalanan sang tokoh, yang kebetulan seorang laki-laki. Beberapa stereotype laki-laki dimunculkan di beberapa bagian, misalnya dalam kalimat berikut ini.

Tentu saja aku tidak mau mengakui bahwa dia benar, tapi aku tahu apa yang dia katakan itu benar. (hal. 41)

Masalah ego seperti ini lebih sensitif bagi laki-laki (Franzoi, 2010) dan hal ini sangat wajar karena penulis adalah seorang laki-laki.

Sudah hal yang biasa bahwa karya sastra merupakan cermin kehidupan zaman dan pengarang (Yudhiono K.S. 2009). Tokoh wanita yang digambarkan sebagai pribadi yang mandiri sehingga pada suatu titik ia merasa perlu bepergian meninggalkan suaminya “…ketika suamiku lebih terasa sebagai teman daripada kekasih yang penuh gairah…” (hal. 61). Barangkali akan lain ceritanya jika novel ini tidak ditulis di jaman ketika laki-laki dan wanita sudah makin lantang bersuara, seperti kalimat ini.

Aku bersyukur tidak dilahirkan sebagai lelaki. Aku cukup puas dengan keadaanku sebagai wanita. (hal. 35)

Dengan eksistensi masing-masing, kedua tokoh utama digambarkan sebagai pasangan yang “Berjalan sejajar, tak pernah bersentuhan”. (hal. 162)

Di sisi lain, Paulo juga sepertinya ingin mengatakan bahwa tak ada yang gratis di dunia ini, bahkan kebabasan sekalipun.

Aku tahu kebebasan sangat mahal harganya, semahal perbudakan; bedanya, kau membayarnya dengan senyum dan rasa senang, andai pun senyum itu diredupkan oleh air mata. (hal. 23)

Kesuksesan besar yang diraih sang tokoh harus dibayar dengan kepergian istri yang sangat dicintainya. Cerita ditutup dengan resolusi berupa penyadaran diri bahwa kekuatan rasa benci tidak akan membawamu ke mana-mana, tapi kekuatan pemberian maaf, yang mengekspresikan diri melalui cinta, akan mengubah hidup ke arah yang lebih positif. (hal. 94) Penderitaan terjadi bila kita ingin orang lain mencintai kita seperti cara yang kita bayangkan, bukan dengan cara cinta seharusnya memanfestasikan dirinya-bebas lepas, menuntun dan mendorong kita dengan kekuatannya. (hal. 431-432)

Judul: The Zahir
Penulis: Paulo Coelho
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama (2006), edisi Bahasa Indonesia
Jumlah halaman: 433

2 COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here